RUMAHTEKNOLOGI.COM – Berikut ini Rumah Teknologi akan memberikan Jawaban Mengenai Pertanyaan di bawah ini, semoga dapat memberikan manfaat, dan digunakan sebagai referensi pengetahuan
Artikel kali ini akan memberi contoh “Apabila berjanji sebaiknya mengucapkan”
Jawaban ini dapat dijadikan sebagai referensi dan membantu tugas kalian.
tujuan dibuatnya artikel ini adalah untuk memudahkan anda dalam menemukan jawaban yang telah ada
setiap jawaban yang akan dibahas ini tidak bersifat mutlak benar dan teman-teman bisa secara mandiri mencari jawabannya agar bisa lebih eksplor dengan jawabannya.
Dilansir berdasar berbagai sumber, Berikut adalah contoh “Apabila berjanji sebaiknya mengucapkan”
Hukum pembatalan perjanjian dalam Islam
Kami semua membuat janji. Saat kecil, saat diajak ke mesjid, kita saling berjanji untuk tidak kabur. Kami masih mengingkari janji itu dan berlari mengelilingi masjid. Ada banyak janji lain yang kami buat hingga kami dewasa.
Perjanjian juga dapat berbentuk kontrak dan perjanjian. Jika Anda melanggar janji kepada orang tua Anda, Anda akan segera dimaafkan. Lantas bagaimana dengan hukum yang membatalkan perjanjian dalam Islam?
Janji hukum harus ditepati, jadi pikirkan dua kali sebelum membuat janji apa pun. Janji adalah hutang yang harus dibayar, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an surat An Nahl ayat 91.
وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا ۚ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
Yang artinya : “Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap janji itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”
Dari ayat tersebut ketika kita berjanji dan bersumpah atas nama Allah maka janji tersebut harus ditepati. Berucap janji atas nama Allah tidak boleh dilakukan sembarangan. Ada tata cara yang perlu dilakukan untuk mengucapkan janji. Salah satunya orang yang akan melakukan janji harus dalam keadaan suci dan telah berwudhu. Janji diucapkan atas nama Allah secara jelas maksud dan tujuannya.
Menurut Ibnu Katsir Perjanjian digolongkan menjadi :
- Abdullah (perintah dan larangan Allah)
- Aqdul hilf (perjanjian persekutuan suku)
- Aqdul bai (perjanjian jual beli)
- Aqdun nikah (perjanjian perkawinan atau aqad perkawinan)
- Aqdul yamin (perjanjian sumpah).
Diantara golongan-golongan itu ada perjanjian yang tidak boleh dilakukan dan hukum membatalkan perjanjian dalam islam itu akan lebih baik. Perjanjian ini hukumnya adalah haram.
Perjanjian yang tidak boleh dilakukan dalam Islam :
- Dua aqad dalam suatu perdagangan
Ketika barang yang sama dijual kepada dua orang yang berbeda maka perjanjian itu haram hukumnya karena akan menimbulkan ketidakjelasan pemilik barang. Barang yang sama dimiliki oleh dua orang sayang sama-sama memiliki hak penuh atas barang tersebut.
- Tambahan syarat diberikan untuk penjualan
Menurut hadist riwayat Tibrani “Rasulullah saw. melarang membubuhkan syarat tambahan dengan aqad penjualan.” Akad jual beli tidak boleh dicampur aduk dengan syarat persetujuan. Misalnya, si calon pembeli bersedia membeli dengan syarat barang tersebut harus begini-begitu.
- Perdagangan al-Mulamisah dan Al-Munabihah
Hadist riwayat Al-Bukhari “Rasulallah melarang aku untuk menjual sesuatu yang bukan milikiku atau menjual sesuatu yang tidak jelas dan tidak tampak secara nyata.”
- Penjualan yang bukan haknya
Seseorang tidak bisa melakukan akad pada barang yang bukan haknya kecuali mendapat persetujuan dari pemilik sah barang tersebut. Menurut hadist riwayat At-Tirmidzi : “Rasulallah melarang aku menjual sesuatu yang bukan miliku.”
- An-Najasy
HR Al-Bukhari Rasulullah melarang jual beli dengan barang yang najis. Selain najis tidak diperbolehkan menjual barang haram.
- Talaqqi Rukban
Menipu seperti memaksa agen untuk menjual dan membeli dari penduduk kampung yang sederhana. Menipu perdagangan kampung itu dengan harga yang terlalu murah. Diantara bentuk penipian adalah mencegat barang yang didatangkan dari luar.
Setiap perjanjian akan diminta pertanggungjawabannya sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surah Al-Isra ayat 34.
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۚ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
Yang artinya : “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang baik (bermanfaat) sampai dia dewasa, dan penuhilah janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”
Membatalkan perjanjian secara sepihak termasuk tanda-tanda orang munafik. Ini termuat dalam HR. Bukhari dan Muslim yang berbunyi
“Perkara empat, barang siapa yang memiliki seluruhnya dalam keperibadianya maka dia adalah munafik sejati. Dan barang siapa mempunyai salah satu dari padanya maka dia mempunyai keperibadian munafik sehingga ditinggalkanya: Bila berbicara, bohong. Bila berjanji, menyalahinya. Bila mengadakan persetujuan terhadap suatu masalah, cidra. Bila berbantahan, berkata jelek”.
Dengan membatalkan janji secara sepihak, secara materi sangat merugikan orang lain ketika ada ganti rugi yang perlu dipertanggungjawabkan. Sikap moral seperti itu akan mengurangi kepercayaan seseorang.
Cara membatalkan perjanjian adalah :
- Memerdekakan seorang budak
- Memberi makanan seperti yang dimakan sehari-hari kepada 10 orang fakir miskin
- Berpuasa selama tiga hari
- Memberi sejumlah uang untuk makan kepada 10 orang fakir miskin
- Memberi pakaian yang layak kepada 10 orang fakir miskin
Hal tersebut sesuai dengan Al-Quran Surah Al-Maidah ayat 89 yang berbunyi :
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ ۖ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ۚ ذَٰلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ ۚ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Yang artinya : ”Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.
Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”
Pembatalan perjanjian tidak dapat dilakukan karena merupakan kesepakatan pihak-pihak terkait. Sedangkan pembatalan dapat dilakukan ketika Jangka waktu perjanjian berakhir (QS. AT-Taubah:4) dan salah satu pihak menyimpang atau penghianatan atas perjanjian (At-Taubah : 7). Prosuder Pembatalan dilakukan dengan memberitahu kepada semua pihak yang terlibat dalam perjanjian dan membuat kesepakatan bahwa perjanjian telah dihentikan (dibatalkan) dengan alasan pembatalan perjanjian.
Wanprestasi dapat terjadi apabila perjanjian yang sudah dilakukan secara sah menurut ketentuan hukum itu tidak dilaksanakan isinya atau dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya. Akibat terjadinya wanprestasi dalam perjanjian menurut hukum Islam maka menimbulkan kerugian. Orang yang menyebabkan kerugian maka diwajibkan untuk mengganti kerugian sesuai dengan kerugian yang dialaminya.
Kesimpulan
Kontrak harus dilaksanakan dengan benar sesuai dengan isi kontrak. Janji adalah kewajiban. Hukum pencabutan akad dalam Islam dapat dilihat dari ketentuan-ketentuannya. Jika banyak penyimpangan, lebih baik batalkan kontrak. Dalam membatalkan suatu akad, setiap pihak yang terlibat dalam akad harus mengetahui alasan pembatalan akad tersebut.
Untuk mengakhiri akad, ia harus melakukan salah satu hal yang dijelaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 89. Setelah mengetahui hukum-hukum yang membatalkan akad ini, saya harap anda dapat berhati-hati dalam melakukan akad baik lisan maupun tulisan.
Jika Anda berjanji kepada seseorang, Anda harus mengucapkan lafadz atau إِنْ شَاءَ ٱللََّٰneeُ in syaa Allah. Lafadz ini Insyaa Allah telah diturunkan. Artinya, diucapkan untuk membuktikan bahwa segala sesuatu yang dilakukan manusia harus berdasarkan kehendak Tuhan.
Insya Allah berasal dari rangkaian kata yang berarti jika, sya’a kehendak dan Allah. Oleh karena itu, jika kata Kehendak Tuhan dapat diartikan, itu berarti Kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Anda mungkin sering mendengar ungkapan ini di berbagai percakapan. Ya alhamdulillah, astagfirullah, Allahu Akbar dan ucapan lainnya.
Sekarang, semua ucapan ini diambil dari ajaran Islam. Insya Allah berasal dari Nabi Muhammad SAW, salah satu nabi dan rasul terakhirnya. Singkat cerita, Nabi Muhammad SAW diinterogasi oleh dua anggota suku Quraisy yang sangat cerdas, Anna Darbin Al Haritz dan Uqbabin Abu Muayis.***