Berikut ini Rumah Teknologi akan memberikan Jawaban Mengenai Pertanyaan di bawah ini, semoga dapat memberikan manfaat, dan digunakan sebagai referensi pengetahuan.
Artikel kali ini akan membahas “kerajaan samudra pasai menjadi pusat perdagangan karena”
Jawaban ini dapat dijadikan sebagai referensi dan membantu tugas kalian.
Tujuan dibuatnya artikel ini adalah untuk memudahkan anda dalam menemuka jawaban yang telah ada.
Setiap jawaban yang akan dibahas ini tidak bersifat mutlak benar dan teman-teman bisa secara mandiri mencari jawabannya agar bisa lebih eksplor dengan jawabannya.
Dilansir berdasar berbagai sumber, Berikut penjelasan dari “kerajaan samudra pasai menjadi pusat perdagangan karena”
Awal mula Kerajaan Samudera Pasai dan Penguasanya
Dinasti Utsmani di Turki terbentuk pada tahun 1297 M, sementara beberapa laporan mengklaim bahwa Kerajaan Samudera Pasai telah dibuat lebih awal. Pada tahun 1292 M, seorang saudagar bernama Marcopolo yang sedang melakukan perjalanan dari Venezia, Italia, menuju Samudera Pasai, konon singgah di sana.
Marcopolo, mengacu pada catatannya, mengatakan bahwa pada periode ini telah muncul kerajaan Islam. Marco Polo menyaksikan kerajaan Islam Samudera Pasai yang beribukota di kota Pasai.
Selain dua catatan dari Ibnu Battutah dan Marcopolo, kita juga memiliki hikayat, Hikayat Raja Pasai, dan berbagai publikasi berdasarkan penelitian dari berbagai sejarawan Eropa, yang semuanya memberikan penjelasan tentang masa Samudera Pasai.
Pendiri Kerajaan Samudera Pasai
Sejarawan Eropa menempatkan kebangkitan Kerajaan Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Malik Al Saleh pada pertengahan abad ke-13. Menurut beberapa catatan, Nazimuddin Al Kamil membuka jalan bagi Sultan Malik Al Saleh untuk menjadi raja pertama Kerajaan Samudera Pasai.
Laksamana angkatan laut Mesir Nazimuddin Al Kamil. Kesultanan Mamluk di Kairo memberikan mandat kepada Nazimuddin Al Kamil pada tahun 1238 untuk menaklukkan pelabuhan Kambayat di negara bagian Gujarat, India. Pengambilalihan pelabuhan dimaksudkan untuk mengubahnya menjadi hub untuk promosi barang komersial buatan timur.
Di Aceh, Sultan Malik Al Saleh (juga dikenal sebagai Marah Silu) memerintah dari tahun 1267 hingga 1297 M atas perintah Kesultanan Mamluk.
Sultan Malik Al Saleh secara luas diakui sebagai raja pertama dan asli Kerajaan Samudera Pasai, meskipun ada kepercayaan luas bahwa Nazimuddin Al Kamil benar-benar naik tahta.
Sementara itu, catatan lain merinci bagaimana Marah Silu, juga dikenal sebagai Sultan Malik Al Saleh, kemudian diakui sebagai penguasa pertama Samudera Pasai.
Sejarawan Eropa mengklaim bahwa laksamana laut Mesir dinasti Fatimiyah Nazimuddin Al Kamil berhasil menaklukkan kerajaan Hindu Buddha di Aceh dan mendirikan kerajaannya sendiri di Pasai.
Setelah kematian Nazimuddin Al Kamil, seorang laksamana bernama Johan Jani dari Pulau Kami menguasai Pasai atas nama dinasti Mamaluk, yang menggantikan Fatimiyah.
Setelah itu, Johan Jani berencana merebut kekuasaan para pendahulunya dan menguasai negara. Syekh Ismal, yang sebelumnya berdakwah di seluruh Pantai Barat India, diberangkatkan ke Pasai oleh dinasti Mamaluk. Fakir Muhammad juga melakukan perjalanan.
Kedua penginjil itu bertemu dengan Marah Silu, seorang tentara dari Kerajaan Pasai, di Pasai. Setelah meyakinkan Marah Silu untuk masuk Islam, Syekh Ismal dan Fakir Muhammad mendirikan Kerajaan Samudera untuk menantang Pasai.
Setelah masuk Islam, Marah Silu menjadi raja pertama Kerajaan Samudera dan diberi gelar Sulran Malik Al Saleh. Secara khusus, Kerajaan Samudera dapat ditemukan di tepi kiri Sungai Pasai, di seberang Selat Malaka.
Setelah itu, Sultan Malik Al Saleh menikahkan putri Ganggang Sati, seorang pangeran di Kerajaan Perlak dan keturunan Sultan Aladdin Muhammad Amin. Pada tahun-tahun berikutnya, kedua kesultanan Islam bergabung menjadi Kerajaan Samudera Pasai modern.
Sebenarnya, nama Samudera Pasai berasal dari ungkapan “Kerajaan Samudera yang agung dengan ibu kotanya di Pasai”, begitulah kota itu kemudian dikenal. Setelah Sultan Malik Al Saleh meninggal pada tahun 1297, putranya Sultan Muhammad, juga dikenal sebagai Malik Al Tahir, memerintah dari tahun 1297 hingga 1326.
Selain itu, Sultan Mamalik Mesir kedua, Al Malikuzh Zhair Bibars, memerintah dari tahun 1260 hingga 1277, dan pada masa pemerintahannya Sultan Malik Al Saleh dianugerahi gelar Al Malikush Zahir dan putranya, Al Malikul Mansu Azh Zahir.
Sultan ketiga, Mamalik, memberikan gelar Al Mansur. Ayahnya, Merah Silu atau Sultan Malik Al Saleh, adalah sultan pertama Samudera Pasai, dan putranya, Sultan Al Malikuz Zhahir, dikenal sebagai Raja Muhammad.
Kedua kisah ini menetapkan Meurah Silu atau Sultan Malik Al Saleh sebagai penguasa pertama Kerajaan Samudera Pasai dan otoritas mereka sebagai pendirinya yang diakui.
Zaman Keemasan Samudera Pasai
Pada masa pemerintahan Sultan Al Malik Az Zahir II, dari tahun 1324 hingga 1349 M, Ibnu Batutah dapat pergi ke Kerajaan Samudera Pasai yang makmur. Pada saat itu, Samudera Pasai merupakan pusat perdagangan penting dimana pemuda merupakan salah satu barang yang paling sering diperdagangkan.
Koin emas atau dirham, yang terdiri dari 70% emas murni, dikeluarkan sebagai alat perdagangan oleh pemerintah Samudera Pasai bahkan saat itu. Kerajaan Samudera Pasai berkembang bukan hanya karena perdagangan tetapi juga sebagai pusat dakwah Islam. Mengapa? Karena lokasinya yang berada di tengah membuat Kerajaan Samudera Pasai menjadi tujuan wisata yang menarik bagi masyarakat dari berbagai latar belakang dan kepercayaan.
Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit juga menyerang Kerajaan Samudera Pasai. Namun, di bawah pemerintahan seorang sultan perempuan yang dikenal sebagai Sultanah Malikah Nahrasyiyah, yang memerintah dari tahun 1406 hingga 1428 M, Kerajaan Samudera Pasai mampu merebut kembali kejayaannya.
Di antara sekian banyak sumbangsih Sultanah Nahrasyiyah bagi pertumbuhan Kerajaan Samudera Pasai adalah kiprahnya untuk menjadikan wilayah itu sebagai pusat utama dalam perluasan Islam di seluruh nusantara.
Invasi Portugis dan Runtuhnya Kerajaan Pasai Samudera
Menurut catatan Cina, putra Zainal Abidin berhak menggantikan tahta Samudera Pasai. Seorang nelayan, bagaimanapun, berhasil merebut monarki. Karena membuatnya tidak senang, Zainal Abidin memerintahkan agar nelayan yang merebut kekuasaannya dieksekusi, dan kemudian dia sendiri yang menggantikan kerajaan yang seharusnya menjadi miliknya.
Pada tahun 1412, Laksamana Cheng Ho mengantar Raja Iskandar, putra Raja Samudera Pasai, ke Tiongkok, di mana ia bertemu dengan Kaisar Tiongkok. Kemudian, setibanya di Tiongkok, Raja Iskandar menemui ajalnya. Tidak banyak yang diberitakan tentang hubungan diplomatik Pasai dengan Cina sejak kematian Raja Iskandar. Perjalanan terakhir Kerajaan Samudera Pasai yang dilaporkan ke Tiongkok adalah pada tahun 1434.
Pada saat yang sama, Malaka mengalami kemajuan, sedangkan Kerajaan Samudera Pasai mengalami penurunan. Seiring berjalannya waktu, pelabuhan Pasai berangsur-angsur kosong dan pantai berangsur-angsur surut. Oleh karena itu, Pelabuhan Malaka menarik banyak lalu lintas pelayaran.
Sejak saat itu, urat nadi kehidupan Islam yang sebelumnya berada di Pasai berpindah ke Malaka. Setelah invasi Portugis dan serangan selanjutnya di Laut Pasai pada tahun 1521, banyak penduduk setempat meninggalkan rumah mereka.
Semakin banyak orang dari Samudera Pasai mulai melakukan perjalanan ke Jawa, dengan banyak yang memutuskan untuk membuat rumah permanen mereka di Jawa Timur, pusat politik dan budaya Kerajaan Majapahit.
Fatelehan, Fatahillah, atau Syarif Hidayatullah adalah nama seorang Pasai yang merantau ke Jawa. Portugis menyerang tanah airnya Kerajaan Samudera Pasai, oleh karena itu dia mengambil keputusan untuk melarikan diri ke Jawa. Setibanya di Jawa, Fatahillah mengarahkan pandangannya untuk menjadi panglima perang yang kuat di Demak, di mana dia akan melanjutkan untuk menghancurkan Galuh dan Pajajaran. Hingga akhirnya Fatahillah berjaya dan mendirikan Banten dan Cirebon.
Hubungan Administrasi Samudera Pasai dengan, dan Persaingan Antara, Pemerintah Lain
Kerajaan Samudera Pasai kembali berkembang di bawah Sultan Zain Al Abidin Malik Az Zahir yang memerintah dari tahun 1383 hingga 1405 M. Raja Nakur mengalahkan Sultan Zain, atau Tsai-nu-li-a-pi-tingki, menurut buku sejarah Tiongkok. Adalah istrinya, Sultanah Nahrasiyah, yang kemudian memimpin Kerajaan Samudera Pasai selama masa kejayaannya dan memasuki masa keemasannya.
Laksamana Cheng Ho berkunjung ke Pasai pada tahun 1405, 1408, dan 1412. Pasukannya berjumlah sekitar 208 kapal. Sumber mengklaim bahwa Ma Huan dan Fei Xin, dua bawahan Cheng Ho, menyimpan catatan perjalanannya.
Pegunungan tinggi di selatan dan timur membatasi wilayah Kerajaan Samudera Pasai; lebih jauh ke timur, dan Pasai dikelilingi oleh dua kerajaan: Kerajaan Nakur dan Kerajaan Lide.
Sedangkan di sebelah barat adalah Kerajaan Lambri atau Lamuri yang konon menempuh perjalanan tiga hari tiga malam dari Pasai. Kerajaan Samudera Pasai menghadapi persaingan baik dari dalam maupun luar perbatasannya.
Kesimpulan dari Kerajaan samudra pasai menjadi pusat perdagangan adalah karena letaknya yang strategis. Posisi geografis Samudra Pasai sangat strategis karena berbatasan dengan Selat Malaka dan berada pada jalur perdagangan internasional melalui Samudra Hindia antara Jazirah Arab, India, dan Cina. Semoga bermanfaat***